Cerita

Bismillah
Cerita Saya di Bobo Online

Kalung Liontin yang Hilang

“Kamu lagi ngapain, Dit?” kata Saskia. Dita terkejut.
“Ssssttt....!” desis Dita. Ia kembali mengintip ke celah jendela.
Selama dua hari ini, Dita memang bersikap aneh. Saskia, sahabat karibnya, menjadi heran dibuatnya. Dua hari yang lalu, Saskia datang ke rumah Dita untuk mengajaknya main. Tiba-tiba, Dita datang sambil memasang wajah menyelidik pada Saskia.
“Hei, Saskia! Apa yang kamu lakukan di sini?!”
“Lho, jangan marah, dong, aku hanya mengantarkan kue bolu ini,” kata Saskia bingung. Dita menjadi salah tingkah.
Lain halnya kemarin. Saat Saskia bermain boneka di kamar Dita, kucing kesayangan Dita yang bernama Mio naik ke meja belajar Dita. Saskia yang sudah terbiasa dengan hal itu, membiarkannya. Tiba-tiba, Dita masuk ke kamarnya lalu berteriak, “Mio! Keluar!”
Nah, sekarang, Dita malah mengintip dari balik jendela kamarnya. Ada apa, ya? Saskia yang penasaran langsung bertanya pada Dita.
“Hmmm... Sebenarnya aku ingin menyelidiki, siapa yang mencuri kalung liontinku tiga hari yang lalu. Aku sudah bertanya kepada orang tuaku, pembantuku, supirku, dan sampai yang tidak masuk akal, bertanya pada Mio! Tetapi, kalungku itu belum kutemukan juga...” kata Dita sedih. Saskia menjadi iba padanya. Saskia berniat untuk membantu Dita menemukan kalung liontin kesayangannya itu.
Esok harinya, Dita bermain kembali dengan Saskia. Dita sudah agak lega, karena Saskia mau mambantunya. Mereka sudah punya rencana, yang akan dilaksanakan hari ini juga. Krek! Pintu terbuka, seperti yang diharapkan mereka berdua. Dita dan Saskia pura-pura tertidur, setelah meletakkan kalung liontin imitasi di atas meja Dita.
Seperti yang sudah ditebak oleh Saskia, kalung itu diambil. Tentu saja yang mengambilnya pencuri kalung Dita empat hari yang lalu. Dita dan Saskia membuka matanya tiba-tiba. Pencuri itu terkejut karena belum sempat melarikan diri.
“Hayooo...!!! Ketahuan pencurinya!!!” teriak Dita dan Saskia berbarengan. Ternyata itu Mbak Sita, pembantu di rumah Dita.
Wajah Mbak Sita berubah menjadi takut. Tiba-tiba, ibu Dita datang dan membawa Mbak Sita ke ruang keluarga. Tetapi, Dita dan Saskia tidak boleh mendengarkan.
Satu jam kemudian, Mbak Sita masuk ke kamar Dita sambil tersenyum. Mbak Sita meminta maaf kepada Dita dan menjelaskan, bahwa ia mengambil liontin Dita untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Mereka sudah menunggak pembayaran sekolah selama 2 bulan. Sementara gajinya terlalu sedikit untuk membayarkan tunggakan sekolah itu. Dita dan Saskia menjadi kasihan melihatnya. Mbak Sita tersenyum.
“Dita, ibu kamu itu baik sekali, ya! Mbak Sita tidak dihukum, dan gantinya gaji Mbak Sita malah dinaikkan. Mbak Sita senang sekali, bisa membayar sekolah adik-adik Mbak Sita!” kata Mbak Sita senang.
Ibu Dita memang sangat baik, dan yang lebih baik lagi, pencuri kalung liontin Dita sudah ditemukan!


“Terima kasih, ya, Saskia, sudah membantuku!” kata Dita ceria. Saskia tersenyum.

dan

Gara-gara Es Krim

“Hei! Jangan dorong-dorong, dong!” teriak salah seorang anak.
“Bukan aku! Dia!” balas anak di belakangnya.
“Bukan aku juga!” teriak anak yang dimaksud.
Melihat itu, Nila segera mengurungkan niatnya membeli es krim. Ia lalu masuk ke kelasnya, mengambil buku tulis, lalu langsung mengipasi dirinya.
Hari itu memang panas, karena sedang musim kemarau. Padahal, Nila sudah membawa uang sebanyak Rp 5.000,00, untuk membeli es krim yang sudah mangkal sejak tiga minggu yang lalu. Sebenarnya, di sana sudah banyak yang menjual berbagai macam minuman dingin, seperti es teh manis, es jeruk, dan masih banyak lagi. Tetap, Nila tidak begitu menyukainya.
Kriiiinngg... Bel masuk berbunyi. Ternyata, Nila tidak kunjung mendapatkan es krim itu. Aaaahhh... Ingin sekali pulang ke rumah! Ia membayangkan ibunya sudah menyiapkan segelas susu dingin untuknya. Tetapi, masih beberapa jam lagi... Nila menjadi tak sabar menunggunya.
Sesampainya di rumahnya, seperti yang dibayangkan oleh Nila, ibunya sudah membuatkan susu dingin untuknya. Tetapi, baru seteguk yang diminum Nila, tiba-tiba ibunya mencegahnya. Ternyata, ia harus makan dulu sebelum minum susu itu. Aduh... ada hambatan lagi, deh!
Begitulah, selama beberapa hari kejadiannya seperti itu terus. Sampai akhirnya...
Musim kemarau sudah hampir berlalu. Nila akhirnya bisa membeli es krim idamannya sejak dulu. Tetapi, saat es krimnya sudah hampir habis, turunlah hujan deras. Aduh... Hujan-hujan begini kok, makan es krim?
Malamnya, tiba-tiba Nila batuk-batuk. Suaranya menjadi sedikit serak. Nila jadi malas makan. Hmmm... Sepertinya Nila menjadi kesal dengan es krim. Akhirnya, sejak hari itu, Nila menjadi jarang sekali makan es krim.
"Semuanya gara-gara es krim!" kata Nila dalam hati.

Terima Kasih


PUTRI JARANG MANDI

Di sebuah kerajaan, ada seorang putri yang bernama Cherlita. Dia seorang putri yang terlahir dari Ratu Sertapa, ratu yang terkenal dengan ratu yang kaya raya. Selain kaya, dia juga sangat ramah dan baik kepada tetangga-tetangganya. Putri Cherlita juga sangat di gemari oleh para tetangganya. Ia cantik, dan juga lucu. Setelah tumbuh besar, Putri Cherlita mulai akrab dengan teman-teman di kerajaannya. Putri Cherlita sangat baik kepada teman-temannya. Tetapi sayang, Putri Cherlita jarang mandi. Untung saja teman-temannya belum mengetahuinya.

Putri Cherlita terkenal dengan putri yang jarang mandi dia terkadang sangat bau. Jika dia tidak mau mandi ibu nya sering menceritakan sebuah cerita berjudul “Anak yang Jarang Mandi”. Setelah diceritakan berkali-kali, Putri Cherlita akhirnya mau mandi karena takut teman-temannya tidak suka padanya seperti kisah di cerita “Anak yang Jarang Mandi” yang ibunya sering ceritakan.
Tetapi, setelah cerita itu tak ia ingat lagi di pikirannya, Putri Cherlita tak mau mandi lagi. Ibunya sampai mengejeknya “anak malas”. Selain jarang mandi, ia pula sangat bau mulut karena ia jarang sikat gigi. Mungkin, nanti tak ada lagi yang ingin berbincang dengan Putri Cherlita. Ibunya menjadi cemas, jadi setiap Putri Cherlita tak mau mandi, ibunya harus menceritakan cerita “Anak yang Jarang Mandi”. Gosip putri jarang mau mandi itu sudah menyebar di kerajaannya bahkan kini teman-teman Putri Cherlita sudah mengetahuinya. Putri Cherlita jadi merasa malu, ia takut di ejek temannya apalagi bermain dengan teman-temannya. Setelah merasakan itu, akhirnya Putri Cherlita tak mau lagi bermalas-malasan mandi dan sikat gigi. Kini Putri Cherlita menjadi terkenal akan keharuman dan kecantikannya. Kini ibu Putri Cerlita merasa senang.

Pesan: Jangan malas mandi, ya, teman-teman! Nanti kamu bau seperti Putri
Cherlita, mau tidak?

cerpen kiriman:
MUNA FAUZIA WIJAYA

Sumber: http://www.pustaka-lebah.com/dongeng-kiriman/putri-jarang-mandi dengan pengubahan seperlunya.

Kisah Anak Raja, Anak Petani, dan Seekor Ayam


Suatu ketika, ada seorang Anak Raja sedang berjalan-jalan menikmati pemandangan di sebuah dusun bersama beberapa pengawalnya. Tiba-tiba, ada seekor ayam yang gemuk dan sehat berjalan melintasi jalan yang dilewati Anak Raja. Anak Raja sangat menginginkannya, dan menyuruh pengawalnya untuk menangkap ayam itu. Beberapa warga juga ikut mengejar ayam itu hingga tertangkap.
            Tetapi, ternyata di dusun itu ada seorang janda petani yang memiliki anak laki-laki pemilik ayam itu. Mendengar berita tentang ayam kesayangannya ditangkap oleh Anak Raja, Anak Petani itu menangis tersedu-sedu. Ibunya hanya bisa menghibur dan berjanji akan memberikan ayam baru untuknya.
            Di istana, Anak Raja memelihara sendiri ayam yang tadi ditangkap oleh pengawalnya. Ayamnya itu ditempatkan di kandang yang bagus dan diberi makan setiap hari.
            Lama kelamaan, Raja mendengar tentang ayam yang diambil oleh anaknya di dusun. Raja menasihati anaknya agar ia tidak mengambil hak orang lain. Raja menyuruhnya untuk mengembalikan ayam itu kepada pemiliknya. Awalnya, Anak Raja keberatan, tetapi ia akhirnya menurutinya.
            Dua hari kemudian, Anak Raja jatuh sakit. Suhu tubuhnya sangat tinggi dan selalu mengigau tentang ayamnya. Raja sangat sedih. Atas saran Paman Patih, Raja menyuruh salah satu pengawalnya untuk mengambil kembali ayam itu dari Ibu Petani. Ibu Petani membolehkannya, apalagi setelah mendengar Anak Raja sakit gara-gara ayam itu.
            Beberapa hari kemudian, Anak Raja sembuh. Ia senang sekali, karena ia bisa kembali bermain dengan ayamnya.
            Beberapa waktu kemudian, ayam itu bertelur banyak sekali. Setiap kali telur-telur itu menetas, muncul anak-anak ayam yang lucu. Ayam betina itu bertelur dan bertelur lagi, dan setahun kemudian akhirnya kandang istana penuh dengan ayam.
            Melihat kandang istana sudah penuh, Raja mengingatkan anaknya Anak Petani pemilik ayam yang pertama. Raja menyuruhnya mengembalikan sebagian ayam-ayamnya itu, karena untuk apa ia memelihara ayam banyak sekali.
            Keesokan harinya, datanglah iring-iringan Anak Raja ke rumah Anak Petani dan ibunya. Dibelakang mereka ada beberapa kereta membawa kandang-kandang yang penuh dengan ayam. Anak Petani dan ibunya terkejut melihat iring-iringan itu.
            Anak Raja menyerahkan sebagian ayam-ayamnya itu dan meminta maaf karena sudah mengambil ayamnya setahun yang lalu. Anak Petani terharu atas kebaikan Anak Raja. Ia tidak menyangka bahwa Anak Raja akan memberikan ayam sebanyak itu. Anak Raja menjelaskan bahwa itu bukan ayam-ayam hasil jerih payahnya sendiri, melainkan dari ayam milik Anak Petani itu.
            Sejak saat itu, Anak Raja dan Anak Petani bersahabat akrab. Lama kelamaan, Anak Petani itu pun diangkat menjadi saudara angkat Anak Raja.

TAMAT

Oleh: Nur Alfia Rahmah   Kelas 5-A
(Dikutip dari Majalah Bobo)


Sahabat Sejati

Nila duduk termenung di kelasnya. Ah... Rasanya sepi sekali. Ia memang datang terlalu pagi dari biasanya. Tetapi, tak lama, teman-temannya akhirnya datang walau bukan untuk menemaninya.

Kriiinnggg... Bel masuk berbunyi. Bu Risti berjalan memasuki kelas 5-A, kelas Nila dan teman-temannya. Hei... Siapa itu? Ada seorang anak perempuan cantik datang sambil mengekor di belakang Bu Risti. Sepertinya dia anak kota.

“Nah, Anak-Anak, hari ini kita kedatangan murid baru dari kota Bandung. Namanya Aluna Syafira Hanifa. Panggilannya Luna. Dia belum mengenal siapapun di sekolah ini. Jadi, temanilah Luna dengan baik, ya! Nah, Luna, sekarang kamu duduk di sebelah Nila, yang tidak memiliki teman sebangku,” jelas Bu Risti. Luna hanya mengangguk dan menuruti perintah Bu Risti. Ia duduk di sebelah Nila sambil tersenyum.

“Nanti kita berkenalan saat istirahat, ya,” ucapnya pelan. Nila mengangguk.

Saat istirahat pun tiba. Ketika Nila akan mengambil kotak bekalnya, tiba-tiba ada sebuah tangan mengulur padanya.

“Namaku Luna, kamu mau, kan, berteman denganku?” kata Luna tersenyum manis.

“Eh... Iya, namaku Nila Anindya, panggil saja Nila,” jawab Nila malu-malu. Akhirnya, ia mempunyai teman yang sangat baik padanya.

“Ini, aku bawa bekal brownies, tapi aku belum lapar. Ambil berapa saja yang kamu mau,” Luna menyodorkan kotak bekalnya. Nila menggeleng pelan, lalu menunjuk ke kotak bekalnya. Ia memperlihatkan kotak bekalnya juga penuh.

“Hei, Luna! Jangan dekat-dekat dia! Dia tuh orang miskin! Apalagi kalau kamu memberikan bekal mahalmu itu. Sebenarnya dia tuh mau semuanya!” tegur Katherine (biasa dipanggil Kath), siswi yang paling membenci Nila. Nila hanya menghabiskan bekalnya tanpa menoleh sedikit pun pada Kath. Dia tampak sedih.

“Hei, kamu! Jangan mengejeknya, dong! Nila, kan, teman sebangkuku, jadi terserah aku mau berbuat apapun padanya!” balas Luna. Kath akhirnya menjauh.

“Sudah, tidak apa-apa. Aku tidak peduli kau orang miskin atau kaya, tetapi yang penting kamu orang baik,” hibur Luna. Nila tersenyum.

Pertemanan Luna dan Nila menjadi semakin erat setelah sebulan kemudian. Luna sering memberi bantuan kepada Nila, seperti uang untuk bayaran sekolah, dll.

“Nila, aku merasa kamu sangat baik untukku. Aku merasa cocok berteman, bahkan bersahabat denganmu. Bagaimana kalau sekarang kita bersahabat saja? Aku senang kalau kamu menerimanya,”
“Oh, tentu saja aku mau, Luna! Aku senang sekali bisa bersahabat denganmu! Kamu sangat baik, pintar, cantik lagi!” jawab Nila girang. Luna tersipu malu.

“Tetapi, jangan sekalipun kamu berkhianat, ya! Aku sedih kalau kamu melakukannya,” lanjut Nila.

“Oke! Aku terima!” canda Luna. Mereka tertawa bersama. Mereka akhirnya berjalan bersama menuju kelas mereka.

Hari ini, hari Minggu. Jadi, Nila libur. Ia sudah berjanji akan bermain ke rumah Luna, setelah diberi tahu alamatnya. Ternyata, rumah Luna tidak begitu jauh dari rumah Nila, jadi cukup berjalan kaki.

Oh, ternyata rumah Luna tidak terlalu besar, apalagi bertingkat. Mungkin ini bukan rumahnya, karena Nila melihat ada seorang kakek sedang membaca koran di teras rumahnya.

Tiba-tiba, ada Luna datang dari arah warung. Nila menyapanya.
“Ih, siapa kamu? Orang miskin ya?” ujar Luna menjauh dariku. Aku terkejut. Kenapa Luna jadi berubah begitu drastis?

“Aku Nila, sahabatmu di sekolah! Masa kamu jadi begini, sih!” kata Nila menjelaskan. Nila sedih diejek Luna seperti teman-teman di sekolah yang lainnya.

“Sahabat? Kata siapa kita sahabat? Sejak kapan aku bersahabat sama orang miskin kaya kamu?” bentaknya. Nila menangis. Tak disangka ternyata Luna bisa berkhianat juga. Luna segera masuk ke rumahnya, sedangkan Nila segera berlari menuju rumah dan membasuh wajahnya.

Di sekolah, Nila cuek saja saat disapa Luna. Huh, aku sebal! Lebih baik aku tidak berteman dengannya lagi! Batin Nila dalam hati. Luna bingung.

“Hei, kamu kenapa, sih? Kok cuek begitu?” tanya Luna meraih pundak Nila. Nila menepisnya.

“Aku tidak mau bersahabat lagi sama orang pengkhianat kaya kamu!” bentak Nila marah.

“Peng... Pengkhianat? Kapan aku berkhianat padamu? Rasanya aku tidak bertemu kamu kemarin kecuali di sekolah!” Luna menyangkal.

“Bohong! Buktinya kemarin saat aku ke rumahmu kamu malah mengejekku dan pergi begitu saja! Kamu bilang aku bukan sahabatmu!” balas Nila kesal.

“Kemarin? Aku tak melihatmu datang bertamu ke rumahku. Sungguh!” ujar Luna bingung.

“Aku bertemu kamu di luar rumah, tidak masuk ke rumahmu!” jelas Nila. Sudah jelas Luna berusaha menyangkal. Ia akhirnya pergi ke taman sekolah. Luna hanya menatapnya bingung.
Saat pelajaran berlangsung pun rasanya tidak enak. Akhirnya, Luna meminta maaf pada Nila, walaupun sepertinya ia masih marah. Akhirnya Nila mau datang sekali lagi ke rumah Luna.

Pulang sekolah, setelah berganti baju, Nila bergegas ke rumah Luna. Ia ingin memastikan apakah Luna kemarin betul-betul berkhianat padanya. Setelah sampai di depan pagarnya, Luna menyambutnya dengan sangat ramah. Ia memperkenalkan Nila pada Kakek, Nenek, dan ibunya. Luna mempersilakan Nila duduk di sofa ruang tamu. Ia akan mengambilkan minuman pada Nila.

Dari arah dapur, muncul lagi Luna tanpa membawa minuman. Nila heran. Wajah Luna menjadi cemberut.

“Hei, kamu, kenapa datang lagi?! Ayo, pergi dari rumah kakekku! Siapa, sih, yang mengizinkan kamu masuk, hah?” tanyanya.

“Lho, kan kamu yang mengajakku masuk! Tadi kamu, kan, yang menyuruhku menunggu di sofa ini?” Nila bertanya balik. Luna menatapnya bingung.

“Hei, ada apa ini?” Luna datang dari dapur. Nila terkejut. Ada 2 Luna di rumah ini! Yang satu lagi siapa? Jangan-jangan...

“Tahu, tuh, kamu yang ngajak dia masuk?” tanya Luna 1.

“Iya, kamu ini tidak sopan terhadap tamu!” jawab Luna 2.

“Eh, kamu jangan bingung, Nila, aku akan menjelaskannya!” kata Luna 2. Luna 1 dan Luna 2 pun duduk.

“Begini, Luna yang sebenarnya itu aku, dan dia Lina, kembaranku. Sebenarnya, saat aku pindah rumah dan sekolah ke sini, Lina tidak mau ikut pindah. Dia masih tetap ingin menikmati kota bersama ayah dan ibu. Tetapi, akhirnya lama-lama uang orang tuaku malah habis dan terjerat hutang, dan Lina terpaksa pindah kesini. Karena uangnya terlanjur habis, akhirnya Lina disekolahkan di sekolah yang berbeda denganku, karena biayanya yang terlalu mahal. Jadi, karena itu ada 2 Luna di rumah ini,” jelas Luna panjang lebar, disertai candaan di akhirnya. Kami pun tertawa.

“Oh, aku mengerti sekarang! Mungkin Luna yang marah-marah dan mengejekku kemarin lusa itu adalah Lina!” ujarku di sela-sela tawa.

“Hehehe... Iya, maaf, ya! Aku kan, belum kenal sama kamu! Luna juga, sih, bukannya kasih tahu aku!” Lina mencubit lengan Luna.

“Iya, iya, maaf deh, Nila, Lina!” kata Luna kesakitan. Lina tertawa.

Akhirnya, kami bertiga menjadi sahabat yang tak terpisahkan! Sahabat Sejati! Best Friend Forever!


TOKOH-TOKOH:
Aluna Syafira Hanifa (Luna)
Nila Anindya (Nila)
Katherine (Kath)

Alina Syafira Hanifa (Lina)

Semoga Ceritanya seru dan bermanfaat ya! Terima kasih sudah mengunjungi blog saya.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Silakan berkomentar dibawah.

1 komentar:

  1. nama-nya buat berdua; jadi kaka.Fia dan ading.Akmal, bukan Akmal Redhani lagi :)

    BalasHapus