Tari Saman
Tari Saman tercatat di UNESCO pada Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Penetapan itu dilaksanakan pada Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bali, pada 24 November 2011. Pada awalnya, Tari Saman merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan (dakwah) dan ditarikan oleh laki-laki. Tari Saman mengandung pendidikan keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Penari Saman berjumlah ganjil. Mereka menyanyikan syair lagu berbahasa Gayo bercampur dengan bahasa Arab saat menari. Nyanyian dalam Tari Saman dibagi dalam lima macam. Regnum adalah nyanyian berupa suara auman. Dering adalah suara auman yang dilakukan oleh semua penari. Redet adalah lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari. Sek adalah lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak. Saur yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Selain nyanyian, gerakan penari Saman diiringi alat musik berupa gendang, suara teriakan penari, tepuk tangan penari, tepuk dada penari, dan tepuk paha penari. Gerak dalam tari itu disebut guncang, kirep, lingang, dan surang-saring (semua nama gerak ini adalah bahasa Gayo).
Kostum atau busana khusus Tari Saman terbagi tiga bagian. Pada kepala dipakai bulang teleng dan sunting kepies. Bulang teleng, yaitu kain berdasar hitam berbentuk empat persegi panjang. Sunting kepies atau tajuk bunga digunakan di bagian kanan kepala. Pada badan dipakai baju kantong, celana, dan kain sarung. Baju kantong disebut juga baju kerawang yaitu baju bertangan pendek berwarna hitam disulam benang putih, hijau, dan merah. Pada tangan dipakai topong gelang dan sapu tangan. Penggunaan warna pada kostum penari sangat penting menurut tradisi karena warna mengandung nilai-nilai yang menunjukkan identitas, kekompakan, kebijakan, keperkasaan, keberanian, dan keharmonisan para pemakainya.
Sumber: Buku paket Bahasa Indonesia kelas VII, halaman 43-44.
Reog Ponorogo
Tari Saman tercatat di UNESCO pada Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Penetapan itu dilaksanakan pada Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bali, pada 24 November 2011. Pada awalnya, Tari Saman merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan (dakwah) dan ditarikan oleh laki-laki. Tari Saman mengandung pendidikan keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Penari Saman berjumlah ganjil. Mereka menyanyikan syair lagu berbahasa Gayo bercampur dengan bahasa Arab saat menari. Nyanyian dalam Tari Saman dibagi dalam lima macam. Regnum adalah nyanyian berupa suara auman. Dering adalah suara auman yang dilakukan oleh semua penari. Redet adalah lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari. Sek adalah lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak. Saur yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Selain nyanyian, gerakan penari Saman diiringi alat musik berupa gendang, suara teriakan penari, tepuk tangan penari, tepuk dada penari, dan tepuk paha penari. Gerak dalam tari itu disebut guncang, kirep, lingang, dan surang-saring (semua nama gerak ini adalah bahasa Gayo).
Kostum atau busana khusus Tari Saman terbagi tiga bagian. Pada kepala dipakai bulang teleng dan sunting kepies. Bulang teleng, yaitu kain berdasar hitam berbentuk empat persegi panjang. Sunting kepies atau tajuk bunga digunakan di bagian kanan kepala. Pada badan dipakai baju kantong, celana, dan kain sarung. Baju kantong disebut juga baju kerawang yaitu baju bertangan pendek berwarna hitam disulam benang putih, hijau, dan merah. Pada tangan dipakai topong gelang dan sapu tangan. Penggunaan warna pada kostum penari sangat penting menurut tradisi karena warna mengandung nilai-nilai yang menunjukkan identitas, kekompakan, kebijakan, keperkasaan, keberanian, dan keharmonisan para pemakainya.
Sumber: Buku paket Bahasa Indonesia kelas VII, halaman 43-44.
Reog Ponorogo
Kesenian reog berasal dari
Ponorogo sehingga disebut “Reog Ponorogo”. Pentas Reog yang lengkap disajikan
dalam bentuk sendratari empat babak.
Reog menggambarkan perjalanan
prajurit berkuda dari Ponorogo menuju Kerajaan Kediri untuk mempersunting putri Raja Kediri.
Dalam perjalanan pulang
yang dipimpin Senopati Bujangganong, mereka dihadang oleh Singabarong
beserta tentaranya. Akhirnya, terjadi peperangan yang dimenangkan oleh prajurit
Ponorogo.
Pada saat iring-iringan, susunan
pemain Reog terdiri atas kelompok pengawal,
pendamping, pemain atau penari, pemukul gamelan, dan
kelompok pengiring. Kelompok penari atau pemain meliputi pemain inti dan pemain
cadangan. Para pemain terdiri atas pemain
barongan (pembarong), penari topeng, dan penari kuda.
Kelompok pemukul gamelan terdiri
atas peniup terompet, penggendang, penggerak angklung, pemukul kethuk kenong,
pemukul ketipung, dan pemukul kempul.
Pada awalnya, Reog memiliki lagu-lagu
khusus Ponoragan, seperti ”Ijo-Ijo”, “Potrojayan”, “Sampak”, “Iring-Iring”, dan
sebagainya. Akan tetapi, dalam perkembangannya, kini ditampilkan pula lagu-lagu
lain.
Reog dapat dimainkan di mana pun,
kapan pun, dan dalam acara apa pun. Reog dapat dimainkan di tengah alun-alun
atau lapangan, di halaman rumah, dalam perjalanan (sambil berjalan), di atas
panggung, atau di pendapa. Reog dapat dimainkan dalam acara resepsi pernikahan,
khitanan, rapat-rapat umum, pawai, atau untuk mengisi waktu senggang sebagai hiburan.
Reog dapat dipentaskan pagi, siang, sore, maupun malam hari.
Penari barongan dan penari topeng
berpakaian khas Ponorogo, yang terdiri atas ikat kepala, baju hitam tak
berkerah, celana panjang hitam ukuran besar, dan usus-usus atau koloran (tali
celana). Semua pemain dan peserta Reog harus laki-laki. Penari kuda kepang adalah
dua orang anak laki-laki, sedangkan penari Barongan dan penari Topeng Klono
hanya seorang. Terkadang, untuk penari topeng, juga disertai dengan penari
Topeng Potrojoyo dan penari Topeng Potrotholo.
(Sumber: Buku Saya Senang Berbahasa Indonesia (SASEBI) Hal. 144)
Tari Kecak
Liburan tahun lalu, Dimas bersama
keluarganya berlibur di Bali . Di sana , mereka mengunjungi
beberapa objek wisata. Di samping itu, mereka juga menonton pertunjukan seni
tradisional, seperti tari-tarian.
Salah satu tarian Bali yang terkenal adalah tari Kecak. Tari Kecak
ditarikan oleh puluhan laki-laki dengan pakaian bawah bermotif kotak-kotak
hitam dan putih. Tarian ini menggambarkan pasukan kera sebagai pengikut Rama.
“Lihat, Ayah! Tariannya bagus,
ya,” kata Wita.
“Mengapa tarian Kecak tidak
diiringi satu pun alat musik, Ayah?” tanya Dimas.
“Karena tarian ini menggunakan
musik dari suara para penari sendiri yang berbunyi “cak-cak-cak”, diselingi
bunyi lain secara bersahut-sahutan. Jadi, terdengarlah suara dan bunyi yang
unik. Tarian Kecak juga termasuk sendratari
(seni drama dan tari). Disebut seni drama dan tari karena menampilkan beberapa
adegan dalam bentuk tarian, tetapi tidak ada dialog atau percakapan.
Salah satu adegan dalam tarian
ini menggambarkan penculikan Dewi Sinta oleh Rahwana. Rahwana dapat menculik
Sinta setelah menyamar sebagai seorang kakek. Penculikan ini dibantu pula oleh
anak buahnya yang berubah menjadi Kijang Kencana. Kijang tersebut tentu saja
memikat hati Sinta. Akhirnya, Jatayu, si burung garuda, mengetahui dan berusaha
merebut Dewi Sinta. Akan tetapi, Jatayu akhirnya terbunuh oleh Rahwana.
“Wah, jika begitu, selain penari
Kecak, ada penari-penari lain dalam tarian itu, Ayah?” tanya Wita.
“Betul. Ada yang menjadi Dewi Sinta, Rama, Rahwana,
Kijang Kencana, Jatayu, Anoman, Sugriwa, dan lain-lain,” jawab Ayah.
(Sumber: Buku Saya Senang Berbahasa Indonesia (SASEBI) Kelas 5, Hal. 143-144)
Asal Mula Salatiga
Dulu, Kabupaten Semarang termasuk
wilayah Kesultanan Demak. Daerah ini diperintah oleh seorang bupati bernama Ki
Ageng Pandanaran. Beliau seorang bupati
yang ditaati rakyat. Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.
Akan tetapi, lama-kelamaan beliau
semakin memperkaya diri sendiri. Beliau tidak lagi mempedulikan rakyatnya.
Sunan Kalijaga, penasihat Sultan
Demak, bermaksud mengingatkan sang Bupati. Dengan berpakaian compang-camping,
beliau menyamar sebagai pedagang rumput.
Beliau menawarkan rumput itu
kepada Ki Ageng. Ki Ageng mau membeli rumput itu dengan harga murah. Sunan
Kalijaga tidak mau memberikannya.
Akhirnya, Ki Ageng marah dan
mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata bahwa dia dapat
menunjukkan cara memperoleh kekayaan dengan mudah. Sunan Kalijaga kemudian
meminjam cangkul. Sunan Kalijaga lalu mencangkul tanah di depan kabupaten. Ki
Ageng kaget ketika melihat bongkahan emas sebesar kepala kerbau di balik tanah
yang dicangkul Sunan Kalijaga. Ki Ageng lalu memperhatikan pedagang rumput itu
dengan saksama. Setelah tahu siapa sebenarnya, ia pun terkejut. Kemudian, ia
minta maaf. Ia pun bersedia dihukum
karena kesalahannya.
Sunan Kalijaga memaafkan Ki
Ageng. Sunan Kalijaga berpesan agar Ki Ageng kembali memerintah dengan cara
yang benar.
Sejak kejadian itu, hidup Ki
Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk menebus kesalahannya.
Beliau meninggalkan jabatan bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan Kalijaga
menjadi penyiar agama.
Beliau pun berniat pergi ke
Gunung Jabalkat. Beliau akan mendirikan pesantren di sana .
Nyai Ageng ingin ikut pergi
bersama Ki Ageng. Ki Ageng memperbolehkan Nyai Ageng ikut, tetapi dengan
syarat, Nyai Ageng tidak boleh membawi harta benda.
Pada waktu yang ditentukan, Nyai
Ageng belum siap. Beliau masih sibuk. Nyai Ageng ternyata mengatur perhiasan
yang akan dibawanya dalam tongkat bambu. Ki Ageng lalu berangkat duluan.
Setelah siap, Nyai Ageng lalu
menyusul. Di tengah jalan, NyaiAgeng dicegat tiga perampok yang meminta hartanya.
Akhirnya, semua perhiasan yang dibawa diberikannya kepada para perampok.
Nyai Ageng menyusul Ki Ageng.
Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa yang telah dialaminya.
Ki Ageng berkata bahwa kelak,
tempat Nyai Ageng dirampok akan bernama "Salatiga” berasal dari kata salah
dan tiga, yaitu tiga orang yang bersalah!
Di daerah Klungkung, Bali , hidup seorang raja yang bergelar Sri Sagening. la
mempunyai istri bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji.
Mereka mempunyai anak bernama I Gusti Gede Pasekan.
I Gusti Gede Pasekan mempunyai
wibawa besar. la sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa.
Setelah ia berusia dua puluh tahun, ayahnya menyuruhnya pergi ke Den Bukit di
daerah Panji.
Keesokan harinya, I Gusti Gede
berangkat bersama rombongan dari istana. Dalam perjalanan ke Den Bukit ini, I
Gusti Gede Pasekan diiringkan oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki
Dumpiung dan Ki Kadosot.
Setelah empat hari berjalan,
mereka tiba di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Di sana , mereka bermalam. Tiba-tiba, I Gusti
mendengar suara gaib yang mengatakan bahwa daerah Panji akan menjadi daerah
kekuasaannya. I Gusti Gede Pasekan terkejut mendengar suara gaib itu.
Keesokan harinya, rombongan I
Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan. Walaupun perjalanan itu sukar dan
jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.
Suatu hari, ketika ia berada di
desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Sebuah perahu Bugis terdampar
di Pantai Panimbangan. Pada mulanya, orang Bugis meminta pertolongan nelayan di
sana . Akan
tetapi, nelayan-nelayan itu tidak berhasil membebaskan perahunya yang kandas.
Keesokan harinya, orang Bugis itu
datang kepada I Gusti Gede Pasekan. Dia berkata, “Kami mengharapkan bantuan Tuan.
Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian isi perahu akan kami serahkan
kepada Tuan sebagai upahnya.”
“Jika itu memang janji Tuan, saya
akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu,” jawab I Gusti Gede Pasekan.
I Gusti Gede Pasekan berhasil
membebaskan perahu itu. la menggunakan tenaga gaibnya untuk mengangkat perahu
besar itu. Orang Bugis itu pun menepati janjinya dengan senang hati.
Sejak kejadian itu, I Gusti Gede
Pasekan mulai meluaskan kekuasaannya. Pada pertengahan abad ke-17, ia
mendirikan kerajaan baru di Den Bukit. Orang-orang menyebut ibu kota kerajaan itu
Sukasada.
Kerajaan itu makin luas dan
berkembang. Maka didirikanlah pusat kerajaan baru. Letaknya di utara kota Sukasada. Sebelum
menjadi kota ,
daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu, pusat
kerajaan baru itu disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya
sangat digemari oleh burung perkutut. Di pusat kerajaan baru itu, didirikan
istana megah yang diberi nama Singaraja.
Nama Singaraja menunjukkan bahwa
penghuninya adalah raja yang gagah perkasa seperti singa. Ada pula yang mengatakan bahwa Singaraja
berarti ‘tempat persinggahan raja’. Ketika istananya masih di Sukasada, Raja
sering singgah di sana .
Jadi, kata Singaraja berasal dari kata singgah
raja.
Sumber: Buku Saya Senang Berbahasa Indonesia (SASEBI) Kelas 5 Hal. 138 (James Danandjaja, Cerita Rakyat dari Bali, Grasindo, 1993)
Dulu, Kabupaten Semarang termasuk
wilayah Kesultanan Demak. Daerah ini diperintah oleh seorang bupati bernama Ki
Ageng Pandanaran. Beliau seorang bupati
yang ditaati rakyat. Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.
Akan tetapi, lama-kelamaan beliau
semakin memperkaya diri sendiri. Beliau tidak lagi mempedulikan rakyatnya.
Sunan Kalijaga, penasihat Sultan
Demak, bermaksud mengingatkan sang Bupati. Dengan berpakaian compang-camping,
beliau menyamar sebagai pedagang rumput.
Beliau menawarkan rumput itu
kepada Ki Ageng. Ki Ageng mau membeli rumput itu dengan harga murah. Sunan
Kalijaga tidak mau memberikannya.
Akhirnya, Ki Ageng marah dan
mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata bahwa dia dapat
menunjukkan cara memperoleh kekayaan dengan mudah. Sunan Kalijaga kemudian
meminjam cangkul. Sunan Kalijaga lalu mencangkul tanah di depan kabupaten. Ki
Ageng kaget ketika melihat bongkahan emas sebesar kepala kerbau di balik tanah
yang dicangkul Sunan Kalijaga. Ki Ageng lalu memperhatikan pedagang rumput itu
dengan saksama. Setelah tahu siapa sebenarnya, ia pun terkejut. Kemudian, ia
minta maaf. Ia pun bersedia dihukum
karena kesalahannya.
Sunan Kalijaga memaafkan Ki
Ageng. Sunan Kalijaga berpesan agar Ki Ageng kembali memerintah dengan cara
yang benar.
Sejak kejadian itu, hidup Ki
Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk menebus kesalahannya.
Beliau meninggalkan jabatan bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan Kalijaga
menjadi penyiar agama.
Beliau pun berniat pergi ke
Gunung Jabalkat. Beliau akan mendirikan pesantren di sana .
Nyai Ageng ingin ikut pergi
bersama Ki Ageng. Ki Ageng memperbolehkan Nyai Ageng ikut, tetapi dengan
syarat, Nyai Ageng tidak boleh membawi harta benda.
Pada waktu yang ditentukan, Nyai
Ageng belum siap. Beliau masih sibuk. Nyai Ageng ternyata mengatur perhiasan
yang akan dibawanya dalam tongkat bambu. Ki Ageng lalu berangkat duluan.
Setelah siap, Nyai Ageng lalu
menyusul. Di tengah jalan, NyaiAgeng dicegat tiga perampok yang meminta hartanya.
Akhirnya, semua perhiasan yang dibawa diberikannya kepada para perampok.
Nyai Ageng menyusul Ki Ageng.
Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa yang telah dialaminya.
Ki Ageng berkata bahwa kelak,
tempat Nyai Ageng dirampok akan bernama "Salatiga” berasal dari kata salah
dan tiga, yaitu tiga orang yang bersalah!
(Dikutip dari Cerita
Rakyat dari Jawa Tengah, Grasindo, 1992)
Kesenian asli kota pahlawan ini disebut ludruk.
Ludruk merupakan kesenian rakyat yang saat ini tetap digemari masyarakat.
Dahulu, isi ceritanya berkisar tentang kepahlawanan yang diselingi dengan
lawakan. Meksudnya, untuk mningkatkan rasa patriotik masyarakat saat itu. Akan
tetapi kini, ceritanya berkisar pada kehidupan sehari-hari.
Dahulu, pemain ludruk semuanya laki-laki, tetapi
kini juga banyak pemain wanitanya. Biasanya, pertunjukan ini digelar pada sore
hingga malam hari. Pembukaannya diisi tarian Ngremo dan tembang berpantun yang
dikenal sebagai Uro-Uro.
Bahasa yang digunakan ludruk adalah bahasa Jawa
dialek Surabaya, tetapi banyak juga yang disiarkan dalam Bahasa Indonesia.
Kini, cerita ludruk banyak dikasetkan sehingga dapat dinikmati pada kesempatan
apapun.
(Sumber: Buku Saya Senang
Berbahasa Indonesia (SASEBI) untuk SD kelas 5 Hal. 150, Penerbit Erlangga)
Drama Rakyat Jawa Tengah
Ketoprak adalah drama rakyat tradisional Jawa Tengah. Penciptanya adalah
Kanjeng Raden Tumenggung Wreksodiningrat, bupati Gedongkiwo, Solo, pada tahun
1898.
Hiburan ini semula berupa tari dan nyanyi, yang diiringi lesung (alat
menumbuk padi) sehingga disebut ketoprak lesung.
Dalam perkembangannya, ketoprak berubah menjadi drama tradisional dengan
dialog dan akting para pemainnya. Musik pengiringnya pun menjadi lebih lengkap,
yaitu dengan gamelan. Ketoprak berkostum adat Jawa dengan dialog bahasa Jawa. Kini,
sering kita jumpai ketoprak yang sudah menggunakan bahasa Indonesia.
Biasanya, hiburan ini dilakukan pada malam hari dan memakan waktu antara
3-4 jam. Ceritanya diambil dari sejarah tanah Jawa.
(Sumber: Buku Saya Senang Berbahasa Indonesia
(SASEBI) untuk SD kelas 5 Hal. 151, Penerbit Erlangga)
Semoga pengetahuan kalian tentang Indonesia lebih luas, ya! Terima kasih sudah membaca artikel disini. Wassalamu'alaikum wr. wb.
Semoga pengetahuan kalian tentang Indonesia lebih luas, ya! Terima kasih sudah membaca artikel disini. Wassalamu'alaikum wr. wb.
ini tentang Indonesia!
BalasHapus